Thursday, December 18, 2008

Membasmi Premanisme


inilah.com

CELAH

01/12/2008 05:36

Membasmi Premanisme

M. Ichsan Loulembah

MENURUT Inilah.com, sampai hari ke-17, polisi telah menjaring 8.507 preman. Perangkat kerja para preman yang disita pun menghawatirkan; 8 pucuk senjata api, 88 bilah senjata tajam, 59 unit kendaraan bermotor, 41 unit ponsel, dan ratusan barang bukti lainnya.

Angka itu masih akumulasi di 5 Polda: Kepolisian Daerah Metro Jaya, Jawa Tengah, Sumatera Utara, DIY dan Jawa Timur.

Memang sebuah kerja yang mencengangkan karena dua hal. Pertama; memang luar biasa carut-marut premanisme di negeri ini. Sehingga dalam tempo singkat sebanyak itu yang digaruk.

Kedua; ternyata polisi bisa menyelesaikan soal-soal terkait keamanan dan ketertiban masyarakat, jika mau.

Realitas premanisme memang seperti bagian dari hidup sehari-hari. Dan dianggap 'normal' serta dihadapi dalam denyut kepasrahan masyarakat sembari berdoa tidak menjadi korban. Jika pun sampai terkena, anggota masyarakat memilih 'berdamai'. Yang tidak terkena, memilih aman dengan menonton saja aksi mereka.

Di berbagai kompleks perumahan, jamak terjadi setiap kita membeli perlengkapan rumahtangga, sekelompok preman akan meminta jasa pengangkutan. Kadangkala angkanya disebut sesukanya, dihitung dari jumlah kepala para preman yang mau 'membantu'.

Lebih sering tidak masuk akal karena tarif 'jasa' pengangkutan dimaksud (lebih tepat disebut menurunkan barang dari mobil pengangkut ke rumah) mendekati atau bahkan lebih besar dari harga barang itu sendiri.

Di berbagai terminal, berbagai tindak pemerasan (kepada sopir, pengguna jasa angkutan, dan pedagang) seperti menjadi bagian tak terpisahkan. Kita heran jika sebuah terminal (termasuk terminal 'palsu') tanpa premanisme.

Jenis kriminal jalanan lain yang sering dirasakan; merampas ponsel atau laptop, penggores mobil, debt collector yang lebih sering meneror ketimbang menagih, para penjual jasa keamanan, pemalak sopir-sopir taksi, bus, bajaj, ojek. Termasuk copet, jambret, perjudian, perampokan, perampasan dan pelaku penebar ranjau paku, pemeras di gerbong-gerbong kereta api.

Tentu kita menghormati niat Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri selaku Kepala Kepolisian Republik Indonesia memulai tugasnya dengan gebrakan yang memang tugas anak buahnya itu. Konon akan ditambahkan dua orang Komisaris Besar di tiap Polda untuk tugas khusus yang akan dievaluasi setiap tiga bulan ini.

Apatah lagi, tindakan premanisme lebih banyak menimpa orang-orang kecil yang amat produktif. Para penggerak ekonomi informal; pemberi jasa di sektor angkutan, pedagang informal, adalah pihak yang berhadapan langsung dengan para preman. Tiap hari.

Premanisme juga terjadi di sektor-sektor formal, instansi pemerintah, sarana-sarana umum. Berapa meja (tentu semuanya ada biaya) harus dilalui kita saat mengurus sesuatu di kantor-kantor pemerintah? Mengurus KTP, SIM, STNK, BPKB, paspor; selalu melibatkan jasa perantara yang 'hampir dirasakan resmi'. Jika tidak, akan bertele-tele, bahkan dipersulit.

Namun, premanisme selalu melibatkan aparat resmi. Selalu saja ada persekongkolan antara para preman dengan pejabat berwenang. Coba kita hitung berapa lapak, trotoar, ruang-ruang publik yang disewakan secara 'setengah resmi'. Yang mengutip para preman, pejabat berwenang menunggu setoran.

Calon penumpang pesawat, kapal laut, kereta, bus, selalu sulit mendapatkan tiket jika melalui cara-cara resmi dan prosedural. Jika pengumuman resmi tiket habis atau tempat duduk telah penuh, secepat kilat tempat itu akan kita dapat jika sedikit 'menoleh kiri dan kanan'.

Terakhir, tindakan premanisme oleh organisasi kemasyarakatan yang berlabel macam-macam semestinya juga masuk dalam bidikan Kapolri. Jika dibiarkan, tindakan mereka bukan saja mengancam keamanan, tapi justru menggerus wibawa kepolisian. Dibutuhkan operasi yang tidak bersemangat musiman.

Penulis adalah Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI [L1]

No comments: