Tuesday, March 18, 2008

Kampanye Pejabat


www.inilah.com

CELAH

21/02/2008 21:43 WIB

M ICHSAN LOULEMBAH

DI berbagai media, Kamis (21/02/08), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta semua kandidat presiden, gubernur, bupati, dan wali kota agar berhati-hati menyuarakan tema dan janji kampanye.

Intinya, agar tidak menyesatkan, tema dan janji kampanye mesti berdasarkan data yang tepat; selain harus ditepatii, jika terpilih kelak.

Sulit untuk tidak bersetuju dengan imbauan presiden itu. Karena kampanye, ibarat pedang bermata dua. Terlampau besar akan bersifat muluk-muluk serta sulit untuk diwujudkan. Juga bisa dianggap sebagai bualan (maaf untuk kata istilah ini) yang tak bertangungjawab.

Tanpa janji akan sulit juga. Karena pemilih hanya akan terpikat jika diberi janji, sesekali juga rayuan. Inilah yang dipraktekkan secara sistematis oleh dunia industri.

Sementara itu, data “yang senantiasa netral”akan menjadi berbeda jika dilihat dari angle berlainan. Akurasi data juga akan sangat banyak tergantung dari kredibilitas yang mengeluarkannya.

Sekarang kita lihat soal kampanye itu. Menurut saya, selain para calon pimpinan eksekutif (presiden, gubernur, walikota, bupati), kampanye juga acapkali dilakukan para pejabat di berbagai level eksekutif dan birokrasi.

Nyaris merata, di seantero negeri ini kita melihat baliho-baliho berukuran tidak kecil. Isinya: kampanye program yang dicanangkan pemerintah.

Kampanye program pemerintahnya pasti penting. Yang menggusarkan adalah penampilan estetik dan pilihan kata/kalimat kampanye yang kurang cerdas baik, apatah lagi menggugah.

Yang terlihat justru wajah sang pejabat. Memakan lebih dari separo baliho ”biasanya dengan atribut kepejabatan lengkap” sementara isi program yang dikampanyekan justru kurang menonjol. Tidak catchy!

Sehingga kita jadi bingung, yang dikampanyekan apanya? Wajah sang pejabat agar dikenal konstituen? Ajakan menyukseskan programnya? Atau, agar atasan sang pejabat yang justru dituju; agar ia terlihat bekerja?

Hal ini juga kita lihat tahun silam. Para pejabat ”biasanya menteri” rajin berkampanye lewat iklan layanan masyarakat (public service announcement), sering disingkat: ILM dan PSA. Hasilnya sama saja!

Dibuka oleh tampilan problem masyarakat, copy iklan seperti pidato, eksekusi artistik amat sederhana dan buram, lalu ILM/PSA itu diakhiri ajakan sang pejabat (terlihat seperti gabungan orang berkhotbah sambil menghafal) tentang perlunya ini-itu, serta ajakan mendukung program dimaksud.

Padahal iklan-iklan ILM/PSA bisa digarap dengan kecerdasan kreatif yang maksimal. Namun karena pendekatan berbagai unsur birokrasi kita adalah proyek, mudah ditebak; tendernya berbeda sekali dengan bidding di sektor privat.

Yang terjadi; pemenangnya bukan yang punya konsep kuat dan menggugah, masing-masing anggota panitia lelang sudah punya 'favorit', penawaran murah-mahal bukan soal serius dibanding dia mau memberi persentase berapa, presentasi sering dilihat tanpa atensi.

Hasilnya pasti akan sulit dibandingkan dengan proses pitching yang baku berlaku dalam industri periklanan, rumah produksi atau komunikasi pemasaran swasta.

Bukannya kita tidak punya contoh. Iklan ajakan pemilu yang pernah dibuat sineas Garin Nugroho di awal reformasi masih lekat dalam ingatan kita. Inga-inga sebagai gimmick hingga kini bahkan masih ditiru dalam pilkada sampai ke pelosok kampung.

Kampanye dengan tagline dan keywords memikat pernah pula dilakukan oleh instansi pajak dan keluarga berencana, dulu. Kampanye KB bahkan diakui sebagai salah satu jenis social marketing yang sukses. Publik pun sampai lupa (tepatnya tidak terlalu peduli) siapa Direktur Jenderal Pajak atau Kepala BKKBN saat kampanye program pemerintah itu dilansir.

Saya jadi teringat iklan ajakan menyukseskan program kunjungan wisata. Kampanye Visit Indonesia Year 2008 di media cetak, alih-alih menghadirkan hasil kreatif memikat, justru menonjolkan wajah sang menteri.

Saya sedih sambil membayangkan kreatif dan barisan kata-kata ini: Uniquely Singapore, Incredible India, Malaysia Truly Asia. Inilah hasilnya kalau persentase lebih memukau ketimbang presentasi. [L1]

No comments: