Friday, September 19, 2008

20% Nan Menggiurkan


inilah.com

CELAH 28/08/2008 08:18

20% Nan Menggiurkan

M. Ichsan Loulembah

PIDATO Presiden Yudhoyono 15 Agustus 2008 (biasanya setiap 16 Agustus) di depan DPR menarik untuk diperhatikan. Hal terpenting adalah pelaksanaan perintah konstitusi tentang 20% anggaran pendidikan di APBN.

Mengapa secara politik penting?

Sebagaimana kita mafhum, hampir setiap tahun terjadi debat terkait belum teralokasikannya perintah UUD itu. Hingga sejumlah organisasi dan perorangan yang bergelut dengan pendidikan memenangkan judicial review di Mahkamah Konstitusi, 20% dipandang tak kunjung dilaksanakan hingga tahun anggaran 2008.

Pemerintah dan DPR punya argumen tak kalah kuat: sektor lain juga butuh anggaran pembangunan dan bukannya tak penting, proporsi 20% terlampau besar jika hanya diarahkan pada satu sektor saja.

Pendapat lain: anggaran pendidikan tidak hanya kepada kegiatan yang terkait langsung dengan ajar-mengajar. Membangun infrastruktur ke lokasi sekolah, ketersediaan air minum bagi masyarakat, dan peningkatan kesehatan masyarakat juga penting. Dan bisa ditafsirkan sebagai bagian dari peningkatan kualitas pendidikan secara menyeluruh.

Ada pula penilaian lain; daya serap serta daya dukung organisasi dan sumberdaya manusia institusi yang mengurusi (fokusnya pada Departemen Pendidikan Nasional) pendidikan masih lemah. Argumen ini memakai bukti, kurangya kreasi dan imajinasi jajaran intansi ini sehingga kualitas kebijakannya kurang kaya.

Sempat kita dengar buku-buku sekolah yang sebagian hanya mengganti judul plus sedikit merombak isinya. Ada pula skandal voucher pendidikan beberapa tahun silam.

Dana sekitar Rp244 triliun pada 2009 harus diserap/disiapkan untuk pendidikan. Dana ini menggembirakan, mengkhawatirkan, bahkan menggiurkan; dalam satu tarikan nafas.

Menggembirakan, karena kita amat tertinggal. Ukuran indeks pembangunan manusia (satu isu teramat penting yang rutin diukur oleh UNDP), kita tidak pernah naik kelas dari posisi 107 di antara 177 negara.

Padahal, selain kesehatan dan ekonomi, pendidikan adalah faktor pengerek jika kebijakan publik kita dinilai mementingkan aspek-aspek pemenuhan mendasar dari kemanusiaan.

Kegembiraan itu harus diikuti oleh kekhawatiran. Jika besarnya proporsi tersebut tidak diikuti oleh kreativitas, imajinasi dan aspek-aspek manajerial plus pengawasan, anggaran pendidikan besar akan diraup semata oleh peningkatan kuantitas. Volume diperbanyak, jumlah kegiatan digelembungkan.

Namun alpa pada hal-hal yang meningkatkan kualitas pelayanan dan kekayaan ragam aktivitas serta daya kreasi program-program terkait pendidikan yang seharusnya dibiayai. Bukan sekadar meninggikan jumlah kegiatan.

Menurut hemat saya, hal pokok yang mesti dilakukan adalah menyuntikkan semangat desentralisasi dalam pelaksanaannya. Bukan sebaliknya, menyuburkan sentralisasi.

Keterlibatan daerah dalam pelaksanaan program pendidikan dan penggunaan anggaran amat penting. Walau harus dikawal dengan amat ketat (karena korupsi di daerah sering berlomba dengan pusat), pelibatan daerah akan memudahkan pelaksanaannya. Sebab, karakter masalah pendidikan masing-masing daerah tidaklah tunggal.

Ada daerah yang membutuhkan bangunan sekolah baru, ada lagi yang sekadar memperbaiki, namun ada pula daerah yang lebih advanced kebutuhannya.

Terakhir, 20% dari APBN tentu menggiurkan. Membayangkan 10% saja dari total anggaran pendidikan itu termakan sebagai 'ongkos tidak formal', bisa kita bayangkan berapa besar yang akan diperebutkan para pihak?

Di sini, semata pendekatan proyek (project approach) harus diminimalkan. Jika tidak dapat dinihilkan.

Penulis adalah Anggota DPD RI [L1]

No comments: