Friday, February 1, 2008

Demam Pemilu


Rabu, 09 Januari 2008

Demam Pemilu

M Ichsan Loulembah


PEMILIHAN umum lebih setahun lagi. Gerbang 2008 ibarat tahun yang aura politiknya mulai mengental. Bahkan, sejak penghujung tahun silam, berbagai spekulasi, prediksi, bahkan tinjauan akhir tahun yang kerap disebut refleksi, terarah pada satu titik: Pemilu 2009.

Partai-partai politik peserta pemilu yang lalu bergegas berbenah. Ada yang memperluas basis keanggotaan. Ada pula yang berniat meremajakan usia kandidat calon anggota legislatifnya. Tak sedikit yang tergoda 'melonggarkan' ideologinya agar partai terasa inklusif.

Lain partai memilih cara membiakkan kegiatan partai sembari memperbanyak (dan memperlama) pemasangan bendera, umbul-umbul, serta spanduk bercorak kepartaian, memanfaatkan momen setipis apapun. Semua geliat itu berpokok pada harapan; perolehan suara pada pemilu nanti grafiknya menanjak.

Pada saat yang nyaris bersamaan, anggota parlemen tanpa lelah berdebat, melakukan pendekatan, berdebat lagi. Para legislator itu memusatkan perhatian sambil mencari titik temu pada perubahan tata aturan yang kelak dipakai berlaga dengan cara merevisi berbagai Undang-undang untuk pemilu mendatang.

Di bilik lain, para pegiat partai baru dengan persediaan optimisme berlapis dan semangat tak pernah padam. Sibuk mendaftarkan partainya sambil terus menggandakan jumlah cabang, bahkan ranting kepengurusan. Disertai bumbu kecil, hijrahnya kader dari satu partai ke partai lain, hasrat akhirnya adalah partai barunya lolos verifikasi, bisa berlaga pada pemilu kelak.

Para tokoh tak kalah sibuk. Sambil melihat laporan polling, survei, dan ulasannya di media, para tokoh giat menaikkan frekuensi kemunculan di depan publik.

Beragam aktivitas, mulai dari diskusi aneka problem kebangsaan, sowan ke tokoh dan tempat yang dipandang kuat energinya, kunjungan ke daerah bencana, sesekali muncul di infotainmen; semuanya terencana, terukur, disertai para sekondan dan konsultan.

Sulit untuk tidak memastikan bahwa segenap peristiwa itu adalah pemanasan pemilu. Dalam definisi umum, pemanasan pemilu sama artinya dengan persiapan (conditioning). Jika ingin diteruskan definisi itu akan tiba pada kata selalu menjadi objek perdebatan dalam penafsiran aturan pemilu: kampanye.

Kampanye, sebuah istilah yang longgar. Kalangan yang menggeluti pemasaran memiliki istilah yang luas tentang subjek ini. Dan jika kita benturkan dengan berbagai gejala di atas, nyatalah bahwa kesemuanya bisa dikelompokkan sebagai kampanye secara tak langsung. Sering pula diartikan kampanye terselubung atau kampanye secara halus (soft campaign).

Padahal, kampanye adalah kosakata yang paling diketatkan dalam undang-undang terkait pemilu. Institusi pengawas pemilu pun -- walau diniatkan mengurus berbagai pelanggaran pemilu -- porsi pekerjaan dan energi mereka terserap pada apa yang disebut sebagai mencuri start kampanye.

Amat kontras. Undang-undang menorehkan pasal serinci dan seketat mungkin, para kontestan (dan calon kontestan) berlomba secara kreatif melonggarkannya. Undang-undang menyingkatkan, peserta pemilu menjauhkan waktunya dari hari-H.

Demokrasi memang tidak punya rumus baku. Sebagaimana demokrasi memang selalu riuh.

Soalnya adalah, jika bangsa ini terlampau dini terhinggap demam pemilu, kemanakah akhir perlombaan antara problem sehari-hari dan penataan demokrasi? [L1]

sumber: www.inilah.com

No comments: