Sunday, June 8, 2008

Drama Indonesia


www.inilah.com

CELAH 04/06/2008 17:08

Drama Indonesia

M Ichsan Loulembah


Drama 1 (lokasi: Monumen Nasional, Jakarta)

Minggu (01/06/08), sekelompok orang mengejar kelompok lain. Kemarahan nampak di wajah penyerang. Takut, pucat pasi, kelompok yang diserang mengerang, tunggang-langgang.

Penyerang dan yang mengerang memakai warna putih dominan. Dada dan punggung penyerang tertera tulisan Front Pembela Islam (FPI). Yang mengerang memakai nama Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB).

Jurnalis senior Doktor Muhammad Syafii Anwar, intelektual Ahmad Suaedy, aktivis Muhammad Guntur Romli, dan sejumlah korban lain dirawat di berbagai rumah sakit.


Drama 2 (lokasi: berbagai tempat di Jakarta)

Minggu (01/06/08), malam, televisi menyiarkan pernyataan berbagai tokoh. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sedianya akan hadir di Lapangan Monas mengeluarkan kecaman.

Eseis Goenawan Mohamad, salah satu yang hadir namun tidak terkena kekerasan, menjelaskan rangkaian peristiwa sambil mengeluarkan penyesalan.

Kepala Kepolisian Resor Jakarta Pusat menyampaikan pernyataan, aksi di Monas tidak berkoordinasi dengan mereka.

Politisi muda yang juga Koordinator Bidang Keagamaan DPP Partai Golkar Nusron Wahid menyampaikan kecaman dalam running text di Metro TV.


Drama 3 (lokasi: berbagai kantor pemerintah)

Senin (02/06/08), di kantor Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Presiden Yudhoyono muncul di layar. Berbalut jas gelap plus dasi berwarna lembut, menyampaikan pernyataan pertama pemerintah. Sambil menahan geram, Presiden mengecam aksi kekerasan itu. Wakil Presiden Kalla, tenang namun terus terang, menyatakan bahwa demonstrasi adalah bagian dari demokrasi, anarkisme bukan.

Di kantor Kepolisian RI, sejumlah tokoh mengadu ke Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI, Komjen Polisi Bambang Hendarso Danuri. Satu-dua politisi memberikan pernyataan mengecam.


Drama 4 (lokasi: Cirebon, Jawa Barat).

Senin (02/06/08), malam, sejumlah massa dari keluarga besar dan kaum muda Nahdlatul Ulama, yang marah atas terlukanya Kiai Maman Imanulhaq, kiai asal daerah itu, merobohkan papan nama FPI.

Tergolek di ranjang rumah sakit berbalut perban, Kiai Maman mengimbau para pengikut dan simpatisannya tidak berlaku anarki, menjauhi main hakim/polisi sendiri.


Drama 5 (lokasi: Petamburan, Jakarta Barat)

Senin (02/06/08), malam, sejumlah tokoh FPI, Laskar pembela Islam dan Komando Laskar Islam, dipimpin Habib Rizieq Shihab memberikan keterangan pers. Di sejumlah media tersiar pernyataan bernada ultimatum dari Sekretaris jenderal Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor), Malik Haramain, jika pemerintah tidak menyelesaikan, GP Ansor dan segenap elemennya akan melakukan sendiri.


Drama 6 (lokasi: Markas Besar Kepolisian RI)

Selasa (03/06/08), siang, pimpinan FPI beserta para anggota, dan penasihat hukumnya, memberikan setumpuk dokumen disertai pelaporan atas tindakan yang dianggap melanggar hukum para tokoh demonstrasi di Monas.

Habib Rizieq Shihab memegang sebuah lembaran berisi nama-nama yang beriklan di berbagai media nasional. Ia menyebut antara lain Abdurrahman Wahid, Goenawan Mohamad dan Adnan Buyung Nasution sebagai aktor di balik terjadinya insiden Monas.

Politisi yang mengeluarkan kecaman makin banyak, dan meluas ke tokoh-tokoh masyarakat lainnya.


Drama 7 (lokasi: Jember, Jawa Timur)

Selasa (03/06/08), malam, Habib Abubakar, setelah berdialog dengan tokoh-tokoh Garda Bangsa PKB dan Barisan Serbaguna (Banser) Ansor NU, membubarkan FPI Kabupaten Jember secara sukarela. Sembari memohon maaf kepada masyarakat Indonesia, khususnya para korban insiden Monas, juga kepada Gus Dur.

Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi, meminta agar NU tidak dibawa-bawa dalam soal itu. Ia juga menyesalkan pemakaian nama NU secara konotatif dalam demonstrasi AKKB di Monas.


Drama 8 (lokasi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur)

Selasa (03/06/08), malam, markas-markas FPI di Jawa didatangi keluarga besar NU dan PKB agar FPI dibubarkan.

Kapolda Meto Jaya Inspektur Jenderal Polisi Adang Firman mengeluarkan ultimatum agar FPI menyerahkan sejumlah nama yang dianggap terlibat tindak kekerasan.

Di Parung, Bogor, Habib Assegaf, pimpinan pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman, penuh wibawa menyiapkan barisan rapi ribuan laskar untuk membentengi Gus Dur, NU dan PKB.


Drama 9 (lokasi: Petamburan, Jakarta Barat)

Rabu (04/06/08), pagi, sekitar 56-58 aktivis FPI dicokok petugas. Sekitar 1.500-2.000 polisi berderap memasuki Jalan Petamburan III. Berbeda dengan perkiraan banyak pihak, pengangkapan itu berlangsung mulus. Tak satupun letusan menyapu kesenyapan pagi itu.

Entahlah, itu klimaks atau antiklimaks? Entahlah, itu panggung Indonesia yang sebenarnya, atau hanya fatamorgana? Entahlah, apakah mereka patut menjadi musuh di antara sesama? Entahlah, apakah kita, bangsa yang besar ini, sudah tepat merumuskan musuh yang sebenarnya.

Layar Indonesia ditutup. Untuk sementara.

Penulis adalah Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI

No comments: