Monday, April 6, 2009

Beda SBY dan JK


CELAH

inilah.com - 08/03/2009 - 15:45

Beda SBY dan JK

M. Ichsan Loulembah

SERIUS atau tidak? Itu adalah pertanyaan utama menanggapi pernyataan Muhammad Jusuf Kalla (JK) yang siap menjadi calon presiden (capres) beberapa pekan silam. Nyaris menjalari segala lapisan masyarakat, pertanyaan itu bahkan diucapkan berkali-kali.

Masuk akal. Mengapa? Pertama; bukan sekadar menanggapi sergapan pertanyaan para wartawan, sikap itu disampaikan dalam sebuah konferensi pers. Lebih terencana. Dan, jauh dari kalimat panjang, tersamar dan berkelok, sikap itu disampaikan secara lugas. Sebuah pembalikan yang mengejutkan.

Kedua; bersama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pasangan SBY-JK tetap teratas jika dipertandingkan dengan sejumlah kombinasi pasangan lain, dalam simulasi sejumlah jajak pendapat.

Hanya di kota dan kelompok terdidik prestasi mereka dipertanyakan. Bagi lapisan bawah piramida pemilih, program-program jangka pendek mereka dirasakan.

Ketiga; JK yang menonjolkan kegesitan, serasi bersanding dengan SBY yang mengagungkan kehati-hatian. Ibarat chief operating officer (COO) dalam sebuah perusahaan, JK yang taktis, amat trampil meratakan sejumlah masalah dalam day-to-day politics.

Sementara SBY ibarat seorang chief executive officer (CEO) yang memberi koridor strategis dan menjaga bobot kenegaraannya.

Tidak perlu heran jika selesai JK membereskan sejumlah masalah krusial, SBY hadir di panggung untuk 'meresmikannya'. Coba kita ingat rangkaian fakta setelah masalah Aceh dan Poso mendapatkan sentuhan JK.

Bukan hanya itu, JK bahkan bisa mengomandani 'pasukan pemerintah' dalam menghadapi sejumlah serangan serta berbagai ganjalan politik di parlemen. Pasukan intinya pun fraksi Partai Golkar (PG) yang ia pimpin.

Keempat; tak kurang JK sendiri yang secara konsisten tetap 'menjaga kelasnya' sekadar jadi wapres/cawapres saja. Sebuah sikap yang realistis dan logis saat dihadapkan dengan populasi pemilih di Jawa yang amat besar.

Tentu mengejutkan saat JK memilih jalan berpisah, dengan intonasi politik yang menggelegar pula. Pertanyaannya, bagaimana masa depan JK dan SBY setelah tidak bersama?

Apakah sikap keras JK hanya kemarahan akibat pernyataan Ahmad Mubarok tidak santun dan ceroboh? Ataukah ini akumulasi dari 'ketegangan dalam rumah tangga' politik pasangan itu?

Pertama; relasi JK dan SBY berhulu pada gaya kepemimpinan dan pilihan kebijakan yang mereka yakini. Jika JK memilih jurus-jurus cepat untuk menyingkat penyelesaian soal-soal menimbun. SBY justru menempuh langkah-langkah panjang, menebalkan beragam pertimbangan serta mengukur harmoni.

Gaya ini secara taktis dan jangka pendek dapat bersisian, namun secara strategis dan jangka panjang bisa bertubrukan. Mudah diingat gradasi penurunan kehangatan hubungan keduanya menyusut perlahan mulai saat pelantikan hingga masa menjalankan pemerintahan.

Kedua; relasi JK dan SBY bukan semata hubungan dua aktor politik. Keduanya telah menjelma menjadi sebuah bangunan politik yang kompleks; walau dengan karakter berbeda.

JK memimpin Partai Golkar yang, seperti ia ucapkan, ibarat sebuah perusahaan terbuka dengan shareholders tersebar; tak ada yang memiliki saham amat mayoritas. Tugas pemimpinnya semata mengelola berbagai pendapat, pikiran, bahkan perasaan dan kemarahan para pemegang saham yang tersebar itu (baca: Dewan Pimpinan Daerah partai tersebut).

SBY, sebaliknya. Walau Partai Demokrat (PD) secara formal berideologi terbuka, lebih ibarat perusahaan yang belum sepenuhnya listed company. Ibarat perusahaan keluarga; ada pemegang saham mayoritas/dominan.

Jika SBY selaku chairman harus mengendalikan PD yang kemampuan personalianya terbatas dan struktur 'kepemilikan' tak merata; ibarat saat Lee Iacocca dulu membopong Chrysler bertempur dalam medan persaingan ketat.

Sementara JK harus memamerkan ketangkasannya mengelola PG; ibarat Akio Toyoda mengelola Toyota yang telah memimpin pasar, memiliki personalia kuat namun dengan struktur kepemilikan yang (lebih/telah) tersebar.

Penulis adalah Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI dan pendiri SIGI Indonesia [L1]

1 comment:

agus ahadi said...

Saya setuju bahwa itulah salah satu buah demokrasi dan reformasi di mana seolah-olah setiap orang boleh bicara semaunya padahal kita ini adl rakyat dan sepatutnya menghormati dan menghargai usaha keras para pemimpin kita. SBY-JK tak henti-henti memikirkan urusan bangsa kita yg sangat rumit. sementara kita hanya sibuk dg urusan kita saja. Kalau saja ada yg menggantikan SBY-JK, saya rasa belum tentu juga berhasil mengatasi krisis bangsa kita. Ayo kita sbg warga, dukung pemerintah kita dan semoga Tuhan mendukung kita.